Twitter

Tuesday, August 21, 2012

Yang Terbaik (Bagian 1 - Selamat Datang Cinta)

Jakarta, Juli 2009..

Sore itu terasa lebih teduh dari biasanya di Ibu Kota Jakarta.
Andra sedang mengendarai mobilnya yang melaju kencang di jalan bebas hambatan menuju bandara Soekarno-Hatta. Suasana hatinya sedang sangat baik karena hari ini adalah hari yang dinanti-nantikan olehnya. Ia ingin memberikan kejutan dengan menyambut kedatangan seseorang yang sangat spesial di hatinya. Apapun yang terjadi disekelilingnya seolah menjadi tidak begitu berarti karena raut mukanya yang bahagia ditaburi oleh jutaan senyuman.

Gadis itu bernama Gladis. Beberapa tahun belakangan ini mereka sangat dekat dan banyak menciptakan kenangan indah berdua. Namun satu hal, keduanya tidak pernah secara langsung menyatakan perasaannya dan menamakan hubungan mereka. Mereka hanya merasakannya di dalam hati dan seolah sama-sama tahu dan yakin bahwa mereka saling memiliki dan terikat.
Selama ini Gladis tinggal di Yogyakarta karena berkuliah disana sementara Andra di Jakarta. Mereka jarang bertemu tapi hampir setiap hari berkomunikasi baik melalui telepon maupun media online seperti Skype, Yahoo! Messenger, Facebook, Twitter, dan lainnya.
Hubungan mereka dimulai ketika mereka berkenalan di sebuah tempat bimbingan belajar di Jakarta ketika mereka kelas 3 SMA dalam rangka mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional dan tes masuk perguruan tinggi negeri yang mereka inginkan. Pada saat itu mereka bersahabat baik dan sama-sama sudah memiliki pasangan masing-masing. Akhirnya waktu juga yang memisahkan mereka, Andra melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia dan Gladis di Universitas Gajah Mada. Setahun berselang, Gladis bercerita bahwa kekasihnya menghianati cintanya dan menjalin kasih dengan sahabatnya sendiri, Rahma. Sementara saat itu Andra memang sudah lebih dahulu menyandang gelar 'jomblo' karena ditinggalkan kekasihnya. Semenjak saat itu mereka saling mengisi satu sama lain.

"Andraaaaaaa...!!", Gladis spontan berteriak girang setelah tersentak karena melihat sosok Andra berdiri di depan pintu kedatangan. Tanpa pikir panjang kemudian ia berlari kearah Andra dan segera memeluknya erat berusaha melepaskan sedikit demi sedikit kerinduannya.
"Diiisss.. udah dong kan nggak enak tuh diliatin orang-orang..", Andra berusaha mencairkan suasana dan mencoba menghindari puluhan pasang mata yang memandangi mereka meskipun sebenarnya Andra lebih tidak menginginkan pelukan itu lepas dan bertahan lebih lama.
"Iiiiiihhh kenapa siiihhh? Kamu nggak seneng ya ketemu aku? Baru juga pelukan 5 menit udah risih.. emang nggak kangen hampir 4 tahun nggak ketemu? Ya udah aku pergi lagi deh nih mumpung masih di bandara..", keluh Gladis dengan manja.
"Eeeeeehhh iya iya ampuun.. jangan ngambek ya, kan aku bercanda.. aku kangen banget tahu sama kamu! Ya udah yuk kita ke mobil, sini barang kamu aku bawain..", bujuk Andra menenangkan pujaan hatinya sambil membelai rambut indahnya yang terurai bebas.
"Nah gitu dooonnngg.. itu baru calon suami yang baik..", rayu Gladis sambil mencubit hidung Andra dan tersenyum manis, membuat Andra semakin tak kuasa menahan kerinduannya.
"Emang aku calon suami siapa?", goda Andra sambil menatap dalam kedua bola mata Gladis dan sedikit tersenyum jahil.
"Yaaaaa siapa aja nanti kan kita nggak tahu.. yang pasti, karena kamu laki-laki jadi pasti nanti kamu akan jadi suami seseorang kaaannn.. wleee..", balas Gladis lebih jahil sambil menjulurkan lidahnya dan berlari menjauhi Andra seakan tidak mau mendengar balasannya.
"Eeeeee tunggu! Awas yaaa! Emang kamu tahu dimana mobilnya? Jangan cepet-cepet dong, berat niiihh tasnyaaa..", Andra berusaha mengejarnya sambil tersenyum bahagia.

"Seandainya aja aku bisa jadi perempuan beruntung itu yang akan ngedampingin kamu dari pelaminan sampai kematian ya ndraa..", Gladis membatin sambil terus berjalan di depan Andra untuk menutupi sendu di wajah cantiknya dan mengusap kedua bola matanya yang mulai berkaca-kaca.


"Kita mau kemana nih ndra? Kok arahnya bukan kerumah aku? Kerumah kamu juga bukan..", tanya Gladis dalam perjalanan pulang dengan nada sedikit lelah karena penerbangannya.
"Ya udah liat aja nanti yaa, sekarang kamu istirahat aja dulu, nanti kalau udah sampe aku bangunin..", jawab Andra sambil mengusap kepala Gladis dengan penuh kasih sayang.
Gladis mengangguk setuju dan langsung merebahkan sandarannya kemudian memejamkan matanya.
Ya, Andra memang sangat senang membelai rambut indah Gladis atau mengusap kepalanya dengan lembut, dan Gladis pun menyukainya, karena setiap kali Andra melakukan itu kepadanya, hatinya langsung tenang dan entah kenapa selalu berhasil membuat Gladis tertidur nyenyak dan bermimpi indah. Oleh karena itu, Gladis sering menyebut kebiasaan Andra itu dengan sebutan "sentuhan ajaib".


Mereka telah sampai ditempat yang sudah Andra persiapkan.
"Diis, bangun diis.. kita udah sampe nih..", bisik Andra perlahan berusaha membangunkan Gladis pelan-pelan sambil menempelkan telapak tangannya di pipi Gladis.
"Ini kita dimana ndra? Kita mau ngapain?", Gladis menjawab lirih sambil berusaha mengumpulkan kesadarannya dan kembali menegakkan sandaran tempat duduknya.
"Kita makan malem dulu yuk! Kamu pasti laper kan? Muka kamu kok pucet, kamu udah minum obat belum?", ajak Andra penuh semangat sekaligus khawatir.
"Nggak kok aku nggak apa-apa.. Iya yuk kita makan, perut aku udah bunyi-bunyi terus nih minta dikasih makan, hehehe..", jawab Gladis manja.

"Andra..ini tempat apa? Kok bagus banget.. kita di puncak ya?", tanya Gladis sambil melangkah pelan keluar dari mobil dan mengagumi pemandangan sekitar.
"Iya, kita di puncak.. ini namanya Bukit Harapan..", jawab Andra sambil menghampiri Gladis.
"Yuk kita duduk disini..", ajak Andra sambil menarik pelan genggaman tangan Gladis keatas sebuah tikar yang sudah disiapkannya yang dikelilingi oleh lilin lilin kecil sebagai sumber pencahayaan.
"Ini semua kamu yang siapin? Makanannya juga kamu yang masak?", tanya Gladis dengan senang dan terharu.
"Iya.. kan sengaja aku siapin buat nyambut kamu karena kita udah lama nggak ketemu.. yaudah kita makan yuk, nanti keburu dingin loh makanannya..", jawab Andra antusias.

Setelah selesai menghabiskan makanan mereka sambil sesekali bertukar cerita dan bercanda gurau, mereka pun membereskan tikar dan semua alat makan ke dalam mobil dan kemudian duduk bersandar berdua diatas kap mesin mobil Andra.

"Gimana, udah kenyang belum? Suka nggak sama makanannya?", Andra mencoba membuka pembicaraan.
Gladis mengangguk sambil tersenyum menandakan bahwa ia suka.
"Seperti biasa, kamu dari dulu selalu berhasil bikinin aku makanan-makanan enak! Curang ih masa kamu lebih jago masaknya dari pada aku.. hehehe..", puji Gladis sambil tertawa kecil menggoda.
"Iya dong! Jadi nanti dirumah aku aja yang masakin buat kamu terus..", balas Andra dengan bangga sambil balik menggoda.
"Dirumah kamu kan? Dirumah aku sih biar si mbak aja yang masak! Hehe..", Gladis berusaha mengelak dengan candaan namun malah membuat mereka sama-sama terdiam dan menjadikan suasana diantara mereka menjadi sunyi dan agak kaku.

"Mmmmmm.. ndra, kenapa sih kamu ngelakuin semua ini ke aku? Kenapa kamu baik banget sama aku? Disaat aku butuh temen-temen aku kayak gini, tapi mereka semua malah pada nggak punya waktu dan sibuk, malah cuma kamu yang selalu ada buat aku..", tanya Gladis pelan.
"Karena aku sayang sama kamu.. karena aku nggak mau kamu ngerasa kalau kamu itu sendirian.. karena aku mau kamu yakin bahwa nggak ada yang nggak mungkin terjadi di dunia ini kalau kita mau berusaha dan ngejalaninnya sama-sama..", Andra menghentikan kata-katanya sejenak.
"Wish-list kamu nomer tujuh, kamu pengen lebih tinggi dari semua orang. Nomer lima, kamu pengen makan malem dibawah taburan bintang-bintang.. bukit ini adalah bukit yang paling tinggi, jadi gak akan ada yang bisa lebih tinggi dari kamu.. dan tadi kita abis makan dibawah bintang-bintang kan..", lanjut Andra meyakinkan.
Gladis hanya menatap Andra dalam dan penuh kekaguman kemudian tersenyum.
"Kamu tahu nggak apa nomer satu nya?", tanya Gladis memancing.
"Mana aku tahu, kamu kan nggak pernah mau bilang.. dan setiap aku nebak pasti kamu bilang salah..", jawab Andra cepat dengan nada mengeluh.
"Aku berharap bisa nikah sama seseorang yang mirip dua orang laki-laki terbaik yang pernah aku kenal dalam hidup aku..", akhirnya Gladis membocorkannya sambil tersenyum dan menatap ke langit.
"Dua? Siapa aja?", Andra berusaha mengisi rasa penasarannya.
"Papa aku, dan.. kamu..", Gladis menjawab perlahan tapi pasti sambil memalingkan senyumnya kepada Andra.
"Kenapa harus yang mirip aku? Kenapa nggak langsung sama akunya aja?", desak Andra karena merasa tidak menerimanya.
"Karena aku juga sayang sama kamu, dan aku nggak mau ninggalin kamu, bikin kamu sedih, dan ngancurin cita-cita kamu.. lagi pula, itu kan cuma harapan yang nggak akan jadi kenyataan.. kamu kan tahu gimana penyakit lupus aku ini udah ngalahin seluruh bagian dari tubuh aku.. aku juga nggak tahu sampai kapan bisa bertahan, kadang-kadang aku ngerasa capek, pengen nyerah aja..", Gladis menjelaskan pelan sambil menghindari tatapan Andra.
"Sssstttt.. kamu nggak boleh ngomong kayak gitu.. kan aku udah sering bilang sama kamu kalau aku akan terus ada disamping kamu apapun yang akan terjadi.. lagi pula kamu itu harus optimis kalau kamu akan sembuh, asalkan kamu nurut apa kata dokternya dan bersabar sambil terus berdoa sama Allah biar dikasih kesembuhan..", Andra mencoba menenangkan dan meyakinkan pujaan hatinya itu.
"Janji ya, mulai sekarang kamu nggak boleh ngomong kayak gitu lagi..", lanjut Andra sambil memegang wajah Gladis dengan kedua tangannya agar diam menatap matanya.
Gladis mengangguk dan tersenyum tanda setuju.

Malam itu berlalu lebih lambat dari biasanya..
Gladis tertidur di pangkuan Andra hingga ia harus menggendongnya ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan pulang Andra hanya bisa terdiam dan termenung sambil sesekali tersenyum menatap Gladis yang sedang tertidur pulas dan terus berdoa dalam hatinya agar gadis kesayangannya itu cepat sembuh dan kembali bersemangat menjalani hidupnya dan membangun kembali mimpi-mimpinya.