Satu minggu sudah Gladis menghabiskan masa liburannya kembali ke Jakarta, atau ia lebih suka menyebutnya sebagai hadiah dari mama papanya karena telah selesai menjalani segala macam proses pengobatan di rumah sakit di Yogyakarta dan Makassar selama berbulan-bulan. Gladis memang belum sembuh total seratus persen, tetapi karena ia sudah sangat bosan dengan rutinitas pengobatannya dan dokter melihat semangat hidupnya yang sudah kembali meningkat membuat ia mendapatkan izin untuk kembali ke Jakarta dengan syarat tetap mentaati jadwal minum obat yang diberikan oleh dokter yang menanganinya.
Tentu saja, alasan utama kepulangannya adalah untuk bertemu dengan Andra.
Gladis sangat menikmati masa-masa senggangnya di Jakarta walaupun ia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah karena teman-teman dekatnya termasuk Andra sedang menjalani masa Ujian Akhir Semester dan persiapan menjelang Semester Pendek di kampus mereka masing-masing. Gladis sendiri sudah satu tahun lebih cuti dari kuliahnya karena penyakitnya. Gladis hanya pergi keluar rumah satu kali untuk menyaksikan film terbaru kesukaannya di bioskop dan ditemani Andra.
Setiap hari setelah pulang dari kampus, Andra selalu menyempatkan diri ke rumah Gladis untuk menemaninya berbagi cerita, bermain game bersama, bercanda gurau, sampai Gladis tertidur kemudian Andra baru pulang ke rumahnya. Andra sangat menyayangi dan menjaganya, Gladis tidak pernah melewatkan jadwal minum obatnya ketika bersama Andra, bahkan nafsu makan Gladis menjadi bertambah dan ia menjadi lebih ceria dari biasanya. Salah satu alasan yang membuat orang tua Gladis merasa tenang bila Andra ada disamping anak bungsu kesayangannya itu.
Andra juga suka mengajari beberapa mata kuliah mereka yang sama agar Gladis dapat mengejar ketertinggalannya ketika ia kembali berkuliah nanti. Gladis selalu senang memperhatikan Andra berbicara, bercerita, menjelaskan sesuatu, atau membuat lelucon konyol, karena baginya Andra adalah sosok yang pintar dan mengagumkan. Oleh karena itu, Gladis selalu percaya bahwa Andra akan menjadi orang yang besar dan dicintai banyak orang.
Di setiap penghujung malam, sebelum Gladis tertidur, mereka berdua selalu mengukir mimpi mereka bersama di masa depan.
Gladis merebahkan tubuhnya di kasur dengan selimut tebal dan guling kecil kesayangannya pemberian dari Andra, kemudian Andra duduk disamping ranjangnya sambil mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang.
"Nanti aku mau bikin salon terus kamu yang ngelolanya yaa..", Gladis memulai mimpinya.
"Hmmm, gimana ya? Tapi aku kan sibuk ngelola studio band, sama cafe kita.. belum lagi jadwal aku manggung sama nulis.. hehehe..", Andra membalas dengan candaan.
"Ah kamu mah nggak sayang sama akuu..", keluh Gladis dengan manja.
"Hehehe iya iyaaa.. siap nyonya!", jawab Andra memenangkan hati kesayangannya.
Mereka kemudian tertawa dan melanjutkan berangan-angan sambil bercanda hingga Gladis tertidur.
Andra sedang berjalan di koridor kampusnya.
Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Halo, kenapa dis?", sapa Andra dengan bersemangat.
"Ndraa, kayaknya aku balik ke Makassar nya dicepetin jadi sore ini deh..", jawab Gladis dengan lemah.
"Hah? Kok mendadak gini? Emang kamu kenapa? Kamu sakit lagi ya?", balas Andra dengan sangat cemas.
"Iya ndra, kondisi badan aku drop lagi, aku disuruh langsung balik ke Makassar sama mama biar bisa langsung diperiksa.. Aku naik Garuda dari Terminal 2 jam 5 sore, nanti kamu..", tiba-tiba telepon terputus.
"Halo.. diiss.. diiss.. haloo.. yaah batre hp gue pake abis segala lagi!", Andra semakin cemas akan keadaan Gladis. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 3 sore kemudian langsung berlari ke arah mobilnya untuk segera menuju ke bandara.
Andra langsung memasangkan hp-nya pada charger di mobilnya dan melaju dengan kencang.
"Tunggu aku dis, aku harus ketemu kamu dulu..", Andra membatin sambil menyetir dengan tatapan serius ke depan.
Bandara, Pukul 16.45.
"Aduh Gladis di sebelah mana ya? Udah sampe belom ya dia? Hp gue lama banget lagi nyalanya..", Andra menggerutu sambil berputar-putar di kawasan Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta mencari sosok Gladis.
Di tempat yang sama, Gladis sedang terduduk lemas menunggu panggilan keberangkatan pesawatnya. Wajah cantiknya tampak pucat dan tidak bersemangat. Ia terus menerus menatap layar handphone-nya sambil memutar-mutarnya dengan jari-jari lentiknya. Tidak lama kemudian ponselnya berdering dan Gladis tersenyum menatap nama penelepon tersebut.
"Halo ndraa, kamu dimana?", jawab Gladis dengan manja.
"Halo dis, maaf ya tadi hpku mati.. aku udah di terminal 2 nih, kamu dimananya?", balas Andra dengan nada terengah-engah dan hampir kehabisan nafas karena tergesa-gesa mencari Gladis kesana kemari.
"Kamu lari-lari ya? Tenang-tenang aku belum masuk kok, aku duduk di depan Dunkin Donuts yang di seberang toilet..", Gladis berusaha menerangkan dengan perlahan.
Andra melihat ke sekelilingnya untuk memastikan petunjuk dari Gladis.
"Sebentar, depan Dunkin yang di seberang toilet.. ini aku disini, disamping Dunkin yang di seberang toilet, kok kamu enggak ada?", tanya Andra kebingungan.
"Kamu di lantai berapa?", Gladis balik bertanya.
"Satu", jawab Andra cepat.
"Ya ampun Andra sayang, sampai kapan juga kita enggak bakal ketemu.. keberangkatan kan di lantai 2, hehehe kamu nih ada-ada aja.. makanya jangan sambil panik nyarinya, yaudah sini kamu keatas..", balas Gladis sambil tertawa kecil.
"Oh iya ya.. aduh bodohnya gue! Ya lagian gimana aku enggak panik kalau kamu mendadak mau pergi kayak gini, yaudah aku keatas nih, tungguin yaa.. bye!", Andra langsung menutup teleponnya dan berlari ke lantai 2.
"Hehehehe halooo..", Andra menghampiri dan menyapa Gladis dengan tertawa kecil karena malu dengan kesalahannya tadi.
"Heeii.. hahahaha dodol lu!", Gladis bangkit dari duduknya dan menyambut kehadiran Andra dengan peluk mesra sambil mengacak acak rambut Andra dan tersenyum riang.
"Kamu kenapa dis? Kok muka kamu pucet banget?", tanya Andra khawatir.
"Aku enggak tau ndra, mendadak drop lagi terus makin lemes dan pusing sampe muka dan badan aku biru-biru gini kayak abis digebukin preman.. hehehe", Gladis berusaha ceria dan tetap tegar di depan Andra.
"Padahal aku masih pengen berduaan sama kamu main setiap hari, tapi kamu udah harus pergi lagi..", keluh Andra dengan manja sambil mengusap wajah perempuan kesayangannya itu.
"Iya aku juga sama kok, tapi mau gimana lagi.. kan biar aku cepet sembuh, aku pasti balik lagi kok, kamu sabar yaa..", Gladis coba menenangkan malaikat pelindungnya.
"Iya.. kamu janji ya harus semangat dan nurut sama dokternya biar cepet sembuh.. kalau sampe bulan depan abis aku selesai ujian kamu belum bisa kesini juga biar aku yang nyusulin kamu kesana.. oke?", Andra balas menyemangati Gladis.
"Siap bos! Hehe", Gladis mengangguk setuju kemudian bergaya memberi hormat kepada Andra.
Panggilan keberangkatan pesawat Gladis terdengar dari pengeras suara bandara.
"Aku pergi ya ndra, kamu jangan nakal disini, jangan putus hubungan sama aku.. sabar ya, aku pasti kesini lagi, ke kamu..", Gladis pamit sambil tersenyum manis.
"Iya, pasti! Kamu juga ya janji harus berjuang supaya cepet sembuh dan nurut sama papa mama juga dokternya.. kamu juga yang sabar, aku yakin kamu pasti sembuh dan kita pasti sama-sama lagi..", Andra mencoba terlihat tenang untuk melepas Gladis dan memberikan kecupan pada keningnya. Keduanya saling berpelukan dan Gladis mulai perlahan berjalan menjauhi Andra hingga genggaman tangan mereka terlepas dan Gladis semakin menjauh. Andra hanya bisa terdiam menyaksikan punggung Gladis yang meninggalkannya dan hilang dibalik keramaian orang yang lalu lalang di bandara.
Deg! Tiba-tiba ada yang menusuk di hati Andra. Sebuah firasat buruk yang terus menghantuinya. Sebuah perasaan yang sangat pilu dan menyedihkan yang dia tidak suka. Kemudian ia berusaha menenangkan dirinya dengan mengambil nafas yang dalam dan membuangnya perlahan sambil berpikir positif dan meyakini dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.
Jakarta, Agustus 2009..
Satu bulan sudah berlalu semenjak Gladis kembali ke Makassar untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dan kembali menjalani pengobatan. Tidak pernah terlewatkan satu hari pun untuk Andra dan Gladis berkomunikasi dan saling bertukar cerita. Dunia dan hati mereka terasa dekat walaupun keduanya berada di tempat yang berbeda, sampai di pagi hari ini Andra mendapatkan kabar bahagia. Andra telah selesai dengan kegiatan ujian di kampusnya dan berencana pergi ke Makassar untuk menemani Gladis, namun Gladis lebih dulu melarangnya dan meminta Andra menunggu di Jakarta karena Gladis sudah merasa jauh lebih baik dan akan kembali ke Jakarta untuk bersama Andra. Andra menyambut baik kabar tersebut dan mempercayainya karena suara dan ekspresi Gladis sangat ceria dan bersemangat saat terakhir kali mereka berkomunikasi melalui video call Yahoo Messenger.
Seminggu berselang semenjak kabar bahagia tersebut, namun tak kunjung ada kabar lagi dari Gladis. Andra lupa menanyakan nomor telepon tempat tinggal Gladis di Makassar, sementara telepon orangtua serta kakaknya Gladis juga sulit dihubungi. Andra semakin khawatir dan tidak tenang, ia pun memutuskan untuk pergi ke Makassar pada akhir pekan mendatang. Tanpa pikir panjang Andra langsung memesan tiket pesawat keberangkatan sabtu pagi menuju Makassar.
Malam Jum'at kali ini Andra terpaksa tidak pulang kerumah. Sepulang manggung bersama band nya di Kemang, Andra dan Adit, pemain bass dalam band nya, menginap dirumah junior Paskibra SMA mereka yang bernama Nina. Mereka terlalu lelah dan mengantuk untuk menempuh perjalanan pulang, lagi pula rumah Nina semenjak dulu memang sering dijadikan tempat berkumpul dan menginap anak-anak Paskibra SMA mereka walaupun berbeda-beda angkatan karena rumahnya yang sangat besar. Setiba dirumah Nina, mereka asik mengobrol, bersenda gurau, dan menonton TV hingga tanpa disadari Andra tertidur pulas di sofa.
Keesokan paginya, Andra terbangun pukul 9 karena diajak sarapan oleh Nina. Ia langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di meja.
"Yaah gue lupa nge-charge! Nin, pinjem charger hp lo ya..", pinta Andra sambil menegakkan tubuhnya.
"Pake aja tuh masih nempel di colokan samping TV! Gue sarapan duluan ya..", tunjuk Nina sambil berjalan menuju ruang makan.
"Oke, thanks nin!", Andra langsung bangkit dan menuju ke samping televisi untuk menyalakan ponselnya kemudian diletakkan diatas televisi dan ia bergegas menuju kamar mandi.
Kkkrrriiiiinnnggggg.. Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Dit, bunyi tuh hp-nya si Andra.. angkat gih siapa tau penting..", sahut Nina kepada Adit yang sedang asik makan.
"Andra nya mana? Mandi ya? Yaudahlah biarin aja.. kalau enggak lo aja yang angkat..", jawab Adit cuek.
"Ah enggak ah, enggak enak! Yaudah deh biarin aja..", balas Nina.
Kkkrrriiiiinnnggggg.. Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Duh bunyi terus lagi hp-nya si Andra, penting banget kali ya?", Nina mencoba minta pendapat Adit. Namun Adit hanya terdiam sambil mengangkat bahunya dan melanjutkan makan.
"Andraaaaaaaaaaaaa.. teleponnya bunyi terus tuuuuuuuuhhhh!", Nina meneriaki Andra yang sedang mandi dari ruang makan.
Sepuluh menit kemudian Andra keluar dari kamar mandi sambil mengusap-ngusapkan handuk untuk mengeringkan rambutnya.
"Ada apaan sih nin kok teriak-teriak?", tanya Andra sambil menuju ruang makan.
"Itu tuuh hp lo bunyi terus daritadi kayaknya penting deh!", jawab Nina.
Andra bergegas mengambil ponselnya berharap itu dari Gladis.
"13 missed call dari Aldy? ada apa ya?", Andra membatin sambil menatap ponselnya.
Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Halo.. kenapa dy?", tanya Andra tenang.
"Aduuuuhh ndraaa, susah banget sih ngehubungin lo! Gua telepon kerumah lo, kata bi Minah lo enggak pulang.. dimana sih lo?", keluh Aldy.
"Hehehe iya sorry, semalem abis manggung gue sama Adit kecapean jadi nginep dirumah Nina terus hp gue mati karena lupa gue charge.. dan barusan pas lo telepon gue lagi mandi.. kenapa dy? Gak biasanya lo nyariin gue sampe segininya..", jawab Andra menenangkan sahabatnya.
"Hmmmm..ndra, lo yang sabar ya.. lo harus kuat.. gue mau nyampein berita duka buat lo!", Aldy mulai menjelaskan pelan-pelan. Andra terdiam mencoba mendengarkan.
"Gladis meninggal ndra.. baru tadi pagi, di rumah sakit di Makassar, gue dapet kabar dari kakaknya yang nelepon gue minta tolong sampein ke lo karena lo susah dihubungin..", lanjut Aldy perlahan karena ia tahu bahwa berita ini akan menghancurkan hati sahabatnya.
Tubuh Andra menjadi kaku, kedua dengkulnya melemah, hatinya hancur, dan air matanya tidak terbendung. Ia tak sanggup lagi menahan tubuhnya untuk tetap berdiri dan mulai terduduk tak berdaya. Terdengar suara Aldy dengan samar memanggil-manggil namanya dari balik ponselnya yang sudah tergeletak di lantai.
Adit dan Nina yang melihat pemandangan tersebut sontak terkejut dan saling pandang kemudian berlari menghampiri Andra.
"Ndra, lo kenapa? Aldy bilang apa?", tanya Adit khawatir. Nina mulai berkaca-kaca menyaksikan kejadian tersebut.
"Gladis dit, gladis..", Andra menjawab dengan terisak.
"Kenapa kak gladis?", Nina semakin penasaran dan mulai menerka-nerka.
"Gladis meninggal..", Andra terbata-bata dan semakin tersedu-sedu dipelukan Adit dan Nina yang ikut bersedih dan menangis.
"Lo harus kuat ya ndra, lo harus terus bertahan dan ngejalanin hidup lo.. demi dia! Jangan lupa selalu berdoa biar dia tenang disana.. ikhlasin ya ndra..", Adit berusaha menenangkan sahabatnya perlahan-lahan.
Andra terus menangis dipelukan dua temannya itu, seketika semuanya berputar di benak Andra. Semua tentang Gladis dan kenangan mereka berdua. Senyumnya, tawanya, semangatnya, mimpi-mimpinya. Seakan semua baru terjadi kemarin dan ia masih tidak mempercayai bahwa ia telah kehilangan hati dan tujuan hidupnya.
"Dit, anterin gue pulang ya.. gue mau siap-siap untuk berangkat ke Makassar..", pinta Andra sambil terisak dan terbata-bata. Adit mengangguk setuju. Keduanya kemudian beranjak menuju mobil dan bergegas kerumah Andra.
Makassar, Agustus 2009..
Andra berjalan perlahan di halaman rumah itu. Entah ia siap atau tidak, tapi ia tetap bertekad untuk tetap mendatangi tempat itu. Rumah tersebut sangat tenang dan sunyi, temboknya berwarna putih bersih dengan ornamen terbuat dari kayu pada setiap jendela dan pintunya. Terdapat bendera kuning di pagarnya tanda berduka dan ada beberapa orang pembantu rumah tangga yang sedang membersihkan sisa-sisa bekas acara pengajian di garasinya yang luas. Ya, Andra memang tidak sempat bertemu jenazah Gladis untuk yang terakhir kali karena Gladis dimakamkan setelah sholat Jum'at dan Andra baru bisa berangkat hari Sabtu pagi karena tidak ada lagi penerbangannya. Awalnya Andra ingin langsung menuju ke makam Gladis namun ia tidak tahu alamat pasti pemakamannya dan orangtua Gladis ingin agar Andra mampir kerumahnya terlebih dahulu.
"Assalammualaikum..", Andra mengetuk pintu rumah tersebut sambil memberi salam.
"Wa alaikum salaam..", balas mamanya Gladis sambil berjalan menuju pintu rumahnya.
"Pagi tante, apa kabar?", sapa Andra dengan sopan.
"Andraa!! Alhamdulillah tante baik, kamu apa kabar? Akhirnya kamu sampai juga..", balas mamanya Gladis dengan ramah dan senang menyambut kehadiran Andra.
"Alhamdulillah baik juga tante..", jawab Andra pelan.
"Ayo sini masuk, ada yang mau tante tunjukin ke kamu!", tanpa berlama-lama, mamanya Gladis langsung mengajak Andra menuju ke kamar Gladis.
"Tante mau berterima kasih banyak sama kamu ndra, karena kamu udah mau ngejagain dan ngerawat Gladis selama dia di Jakarta.. dia sering banget ngomongin tentang kamu..", ucap mamanya Gladis sambil berjalan menuju kamar Gladis.
Sampai di kamar Gladis, Andra melihat ke seluruh isi ruangan. Banyak terpampang foto-foto Gladis semenjak kecil hingga dewasa. Kemudian ia terpaku pada satu sudut ruangan dimana banyak terdapat potongan huruf dari majalah dan berbagai karakter atau tokoh yang muka atau kepalanya diganti dengan foto wajah Gladis dan Andra. Disitu Gladis menuangkan berbagai macam perasaan dan mimpinya terutama tentang Andra. Andra berjalan mendekat, kemudian tersenyum dan meneteskan air mata.
"Tante, maaf ya Gladis enggak dapet mukjizat untuk sembuh, aku juga sangat menyesal enggak bisa ada terus di sampingnya sampai detik-detik terakhir hidupnya..", Andra terbata-bata menyampaikan perasaannya kepada mamanya Gladis dengan terisak-isak.
Mamanya Gladis menghampiri Andra dan memegang pundaknya mencoba menenangkan.
"Ndra, kamu enggak boleh ngomong kayak gitu, lagipula kamu salah.. Gladis dapet mukjizat kok dari Allah, dalam bentuk kamu.. kehadiran kamu membuat dia semakin kuat dan punya semangat hidup, dia jadi lebih ceria dan mulai bermimpi lagi.. dan dia selalu bangga sama kamu dan yakin bahwa kamu akan jadi orang yang hebat! Dan dia enggak pernah mempermasalahkan kalau kalian jauh karena dia yakin hati kalian selalu dekat..", ucap mamanya Gladis.
"Sebelum pergi, gladis sempet bilang, maa, aku capek, aku mau tidur ya.. mama, papa, sama kakak enggak usah khawatir, aku baik-baik aja kok.. kalau Andra dateng tolong sampein kalau aku mau dia lanjutin mimpi-mimpinya dan berjuang untuk mewujudkannya, aku sayang banget maa sama dia, dia sama baiknya kayak papa dan menurutku dialah satu-satunya orang yang pantes buat aku sama kayak papa buat mama..", lanjutnya sambil meneteskan air mata karena mengingat kejadian itu.
"Ah kamu mah nggak sayang sama akuu..", keluh Gladis dengan manja.
"Hehehe iya iyaaa.. siap nyonya!", jawab Andra memenangkan hati kesayangannya.
Mereka kemudian tertawa dan melanjutkan berangan-angan sambil bercanda hingga Gladis tertidur.
Andra sedang berjalan di koridor kampusnya.
Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Halo, kenapa dis?", sapa Andra dengan bersemangat.
"Ndraa, kayaknya aku balik ke Makassar nya dicepetin jadi sore ini deh..", jawab Gladis dengan lemah.
"Hah? Kok mendadak gini? Emang kamu kenapa? Kamu sakit lagi ya?", balas Andra dengan sangat cemas.
"Iya ndra, kondisi badan aku drop lagi, aku disuruh langsung balik ke Makassar sama mama biar bisa langsung diperiksa.. Aku naik Garuda dari Terminal 2 jam 5 sore, nanti kamu..", tiba-tiba telepon terputus.
"Halo.. diiss.. diiss.. haloo.. yaah batre hp gue pake abis segala lagi!", Andra semakin cemas akan keadaan Gladis. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 3 sore kemudian langsung berlari ke arah mobilnya untuk segera menuju ke bandara.
Andra langsung memasangkan hp-nya pada charger di mobilnya dan melaju dengan kencang.
"Tunggu aku dis, aku harus ketemu kamu dulu..", Andra membatin sambil menyetir dengan tatapan serius ke depan.
Bandara, Pukul 16.45.
"Aduh Gladis di sebelah mana ya? Udah sampe belom ya dia? Hp gue lama banget lagi nyalanya..", Andra menggerutu sambil berputar-putar di kawasan Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta mencari sosok Gladis.
Di tempat yang sama, Gladis sedang terduduk lemas menunggu panggilan keberangkatan pesawatnya. Wajah cantiknya tampak pucat dan tidak bersemangat. Ia terus menerus menatap layar handphone-nya sambil memutar-mutarnya dengan jari-jari lentiknya. Tidak lama kemudian ponselnya berdering dan Gladis tersenyum menatap nama penelepon tersebut.
"Halo ndraa, kamu dimana?", jawab Gladis dengan manja.
"Halo dis, maaf ya tadi hpku mati.. aku udah di terminal 2 nih, kamu dimananya?", balas Andra dengan nada terengah-engah dan hampir kehabisan nafas karena tergesa-gesa mencari Gladis kesana kemari.
"Kamu lari-lari ya? Tenang-tenang aku belum masuk kok, aku duduk di depan Dunkin Donuts yang di seberang toilet..", Gladis berusaha menerangkan dengan perlahan.
Andra melihat ke sekelilingnya untuk memastikan petunjuk dari Gladis.
"Sebentar, depan Dunkin yang di seberang toilet.. ini aku disini, disamping Dunkin yang di seberang toilet, kok kamu enggak ada?", tanya Andra kebingungan.
"Kamu di lantai berapa?", Gladis balik bertanya.
"Satu", jawab Andra cepat.
"Ya ampun Andra sayang, sampai kapan juga kita enggak bakal ketemu.. keberangkatan kan di lantai 2, hehehe kamu nih ada-ada aja.. makanya jangan sambil panik nyarinya, yaudah sini kamu keatas..", balas Gladis sambil tertawa kecil.
"Oh iya ya.. aduh bodohnya gue! Ya lagian gimana aku enggak panik kalau kamu mendadak mau pergi kayak gini, yaudah aku keatas nih, tungguin yaa.. bye!", Andra langsung menutup teleponnya dan berlari ke lantai 2.
"Hehehehe halooo..", Andra menghampiri dan menyapa Gladis dengan tertawa kecil karena malu dengan kesalahannya tadi.
"Heeii.. hahahaha dodol lu!", Gladis bangkit dari duduknya dan menyambut kehadiran Andra dengan peluk mesra sambil mengacak acak rambut Andra dan tersenyum riang.
"Kamu kenapa dis? Kok muka kamu pucet banget?", tanya Andra khawatir.
"Aku enggak tau ndra, mendadak drop lagi terus makin lemes dan pusing sampe muka dan badan aku biru-biru gini kayak abis digebukin preman.. hehehe", Gladis berusaha ceria dan tetap tegar di depan Andra.
"Padahal aku masih pengen berduaan sama kamu main setiap hari, tapi kamu udah harus pergi lagi..", keluh Andra dengan manja sambil mengusap wajah perempuan kesayangannya itu.
"Iya aku juga sama kok, tapi mau gimana lagi.. kan biar aku cepet sembuh, aku pasti balik lagi kok, kamu sabar yaa..", Gladis coba menenangkan malaikat pelindungnya.
"Iya.. kamu janji ya harus semangat dan nurut sama dokternya biar cepet sembuh.. kalau sampe bulan depan abis aku selesai ujian kamu belum bisa kesini juga biar aku yang nyusulin kamu kesana.. oke?", Andra balas menyemangati Gladis.
"Siap bos! Hehe", Gladis mengangguk setuju kemudian bergaya memberi hormat kepada Andra.
Panggilan keberangkatan pesawat Gladis terdengar dari pengeras suara bandara.
"Aku pergi ya ndra, kamu jangan nakal disini, jangan putus hubungan sama aku.. sabar ya, aku pasti kesini lagi, ke kamu..", Gladis pamit sambil tersenyum manis.
"Iya, pasti! Kamu juga ya janji harus berjuang supaya cepet sembuh dan nurut sama papa mama juga dokternya.. kamu juga yang sabar, aku yakin kamu pasti sembuh dan kita pasti sama-sama lagi..", Andra mencoba terlihat tenang untuk melepas Gladis dan memberikan kecupan pada keningnya. Keduanya saling berpelukan dan Gladis mulai perlahan berjalan menjauhi Andra hingga genggaman tangan mereka terlepas dan Gladis semakin menjauh. Andra hanya bisa terdiam menyaksikan punggung Gladis yang meninggalkannya dan hilang dibalik keramaian orang yang lalu lalang di bandara.
Deg! Tiba-tiba ada yang menusuk di hati Andra. Sebuah firasat buruk yang terus menghantuinya. Sebuah perasaan yang sangat pilu dan menyedihkan yang dia tidak suka. Kemudian ia berusaha menenangkan dirinya dengan mengambil nafas yang dalam dan membuangnya perlahan sambil berpikir positif dan meyakini dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.
Jakarta, Agustus 2009..
Satu bulan sudah berlalu semenjak Gladis kembali ke Makassar untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dan kembali menjalani pengobatan. Tidak pernah terlewatkan satu hari pun untuk Andra dan Gladis berkomunikasi dan saling bertukar cerita. Dunia dan hati mereka terasa dekat walaupun keduanya berada di tempat yang berbeda, sampai di pagi hari ini Andra mendapatkan kabar bahagia. Andra telah selesai dengan kegiatan ujian di kampusnya dan berencana pergi ke Makassar untuk menemani Gladis, namun Gladis lebih dulu melarangnya dan meminta Andra menunggu di Jakarta karena Gladis sudah merasa jauh lebih baik dan akan kembali ke Jakarta untuk bersama Andra. Andra menyambut baik kabar tersebut dan mempercayainya karena suara dan ekspresi Gladis sangat ceria dan bersemangat saat terakhir kali mereka berkomunikasi melalui video call Yahoo Messenger.
Seminggu berselang semenjak kabar bahagia tersebut, namun tak kunjung ada kabar lagi dari Gladis. Andra lupa menanyakan nomor telepon tempat tinggal Gladis di Makassar, sementara telepon orangtua serta kakaknya Gladis juga sulit dihubungi. Andra semakin khawatir dan tidak tenang, ia pun memutuskan untuk pergi ke Makassar pada akhir pekan mendatang. Tanpa pikir panjang Andra langsung memesan tiket pesawat keberangkatan sabtu pagi menuju Makassar.
Malam Jum'at kali ini Andra terpaksa tidak pulang kerumah. Sepulang manggung bersama band nya di Kemang, Andra dan Adit, pemain bass dalam band nya, menginap dirumah junior Paskibra SMA mereka yang bernama Nina. Mereka terlalu lelah dan mengantuk untuk menempuh perjalanan pulang, lagi pula rumah Nina semenjak dulu memang sering dijadikan tempat berkumpul dan menginap anak-anak Paskibra SMA mereka walaupun berbeda-beda angkatan karena rumahnya yang sangat besar. Setiba dirumah Nina, mereka asik mengobrol, bersenda gurau, dan menonton TV hingga tanpa disadari Andra tertidur pulas di sofa.
Keesokan paginya, Andra terbangun pukul 9 karena diajak sarapan oleh Nina. Ia langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di meja.
"Yaah gue lupa nge-charge! Nin, pinjem charger hp lo ya..", pinta Andra sambil menegakkan tubuhnya.
"Pake aja tuh masih nempel di colokan samping TV! Gue sarapan duluan ya..", tunjuk Nina sambil berjalan menuju ruang makan.
"Oke, thanks nin!", Andra langsung bangkit dan menuju ke samping televisi untuk menyalakan ponselnya kemudian diletakkan diatas televisi dan ia bergegas menuju kamar mandi.
Kkkrrriiiiinnnggggg.. Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Dit, bunyi tuh hp-nya si Andra.. angkat gih siapa tau penting..", sahut Nina kepada Adit yang sedang asik makan.
"Andra nya mana? Mandi ya? Yaudahlah biarin aja.. kalau enggak lo aja yang angkat..", jawab Adit cuek.
"Ah enggak ah, enggak enak! Yaudah deh biarin aja..", balas Nina.
Kkkrrriiiiinnnggggg.. Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Duh bunyi terus lagi hp-nya si Andra, penting banget kali ya?", Nina mencoba minta pendapat Adit. Namun Adit hanya terdiam sambil mengangkat bahunya dan melanjutkan makan.
"Andraaaaaaaaaaaaa.. teleponnya bunyi terus tuuuuuuuuhhhh!", Nina meneriaki Andra yang sedang mandi dari ruang makan.
Sepuluh menit kemudian Andra keluar dari kamar mandi sambil mengusap-ngusapkan handuk untuk mengeringkan rambutnya.
"Ada apaan sih nin kok teriak-teriak?", tanya Andra sambil menuju ruang makan.
"Itu tuuh hp lo bunyi terus daritadi kayaknya penting deh!", jawab Nina.
Andra bergegas mengambil ponselnya berharap itu dari Gladis.
"13 missed call dari Aldy? ada apa ya?", Andra membatin sambil menatap ponselnya.
Kkkrrriiiiinnnggggg..
"Halo.. kenapa dy?", tanya Andra tenang.
"Aduuuuhh ndraaa, susah banget sih ngehubungin lo! Gua telepon kerumah lo, kata bi Minah lo enggak pulang.. dimana sih lo?", keluh Aldy.
"Hehehe iya sorry, semalem abis manggung gue sama Adit kecapean jadi nginep dirumah Nina terus hp gue mati karena lupa gue charge.. dan barusan pas lo telepon gue lagi mandi.. kenapa dy? Gak biasanya lo nyariin gue sampe segininya..", jawab Andra menenangkan sahabatnya.
"Hmmmm..ndra, lo yang sabar ya.. lo harus kuat.. gue mau nyampein berita duka buat lo!", Aldy mulai menjelaskan pelan-pelan. Andra terdiam mencoba mendengarkan.
"Gladis meninggal ndra.. baru tadi pagi, di rumah sakit di Makassar, gue dapet kabar dari kakaknya yang nelepon gue minta tolong sampein ke lo karena lo susah dihubungin..", lanjut Aldy perlahan karena ia tahu bahwa berita ini akan menghancurkan hati sahabatnya.
Tubuh Andra menjadi kaku, kedua dengkulnya melemah, hatinya hancur, dan air matanya tidak terbendung. Ia tak sanggup lagi menahan tubuhnya untuk tetap berdiri dan mulai terduduk tak berdaya. Terdengar suara Aldy dengan samar memanggil-manggil namanya dari balik ponselnya yang sudah tergeletak di lantai.
Adit dan Nina yang melihat pemandangan tersebut sontak terkejut dan saling pandang kemudian berlari menghampiri Andra.
"Ndra, lo kenapa? Aldy bilang apa?", tanya Adit khawatir. Nina mulai berkaca-kaca menyaksikan kejadian tersebut.
"Gladis dit, gladis..", Andra menjawab dengan terisak.
"Kenapa kak gladis?", Nina semakin penasaran dan mulai menerka-nerka.
"Gladis meninggal..", Andra terbata-bata dan semakin tersedu-sedu dipelukan Adit dan Nina yang ikut bersedih dan menangis.
"Lo harus kuat ya ndra, lo harus terus bertahan dan ngejalanin hidup lo.. demi dia! Jangan lupa selalu berdoa biar dia tenang disana.. ikhlasin ya ndra..", Adit berusaha menenangkan sahabatnya perlahan-lahan.
Andra terus menangis dipelukan dua temannya itu, seketika semuanya berputar di benak Andra. Semua tentang Gladis dan kenangan mereka berdua. Senyumnya, tawanya, semangatnya, mimpi-mimpinya. Seakan semua baru terjadi kemarin dan ia masih tidak mempercayai bahwa ia telah kehilangan hati dan tujuan hidupnya.
"Dit, anterin gue pulang ya.. gue mau siap-siap untuk berangkat ke Makassar..", pinta Andra sambil terisak dan terbata-bata. Adit mengangguk setuju. Keduanya kemudian beranjak menuju mobil dan bergegas kerumah Andra.
Makassar, Agustus 2009..
Andra berjalan perlahan di halaman rumah itu. Entah ia siap atau tidak, tapi ia tetap bertekad untuk tetap mendatangi tempat itu. Rumah tersebut sangat tenang dan sunyi, temboknya berwarna putih bersih dengan ornamen terbuat dari kayu pada setiap jendela dan pintunya. Terdapat bendera kuning di pagarnya tanda berduka dan ada beberapa orang pembantu rumah tangga yang sedang membersihkan sisa-sisa bekas acara pengajian di garasinya yang luas. Ya, Andra memang tidak sempat bertemu jenazah Gladis untuk yang terakhir kali karena Gladis dimakamkan setelah sholat Jum'at dan Andra baru bisa berangkat hari Sabtu pagi karena tidak ada lagi penerbangannya. Awalnya Andra ingin langsung menuju ke makam Gladis namun ia tidak tahu alamat pasti pemakamannya dan orangtua Gladis ingin agar Andra mampir kerumahnya terlebih dahulu.
"Assalammualaikum..", Andra mengetuk pintu rumah tersebut sambil memberi salam.
"Wa alaikum salaam..", balas mamanya Gladis sambil berjalan menuju pintu rumahnya.
"Pagi tante, apa kabar?", sapa Andra dengan sopan.
"Andraa!! Alhamdulillah tante baik, kamu apa kabar? Akhirnya kamu sampai juga..", balas mamanya Gladis dengan ramah dan senang menyambut kehadiran Andra.
"Alhamdulillah baik juga tante..", jawab Andra pelan.
"Ayo sini masuk, ada yang mau tante tunjukin ke kamu!", tanpa berlama-lama, mamanya Gladis langsung mengajak Andra menuju ke kamar Gladis.
"Tante mau berterima kasih banyak sama kamu ndra, karena kamu udah mau ngejagain dan ngerawat Gladis selama dia di Jakarta.. dia sering banget ngomongin tentang kamu..", ucap mamanya Gladis sambil berjalan menuju kamar Gladis.
Sampai di kamar Gladis, Andra melihat ke seluruh isi ruangan. Banyak terpampang foto-foto Gladis semenjak kecil hingga dewasa. Kemudian ia terpaku pada satu sudut ruangan dimana banyak terdapat potongan huruf dari majalah dan berbagai karakter atau tokoh yang muka atau kepalanya diganti dengan foto wajah Gladis dan Andra. Disitu Gladis menuangkan berbagai macam perasaan dan mimpinya terutama tentang Andra. Andra berjalan mendekat, kemudian tersenyum dan meneteskan air mata.
"Tante, maaf ya Gladis enggak dapet mukjizat untuk sembuh, aku juga sangat menyesal enggak bisa ada terus di sampingnya sampai detik-detik terakhir hidupnya..", Andra terbata-bata menyampaikan perasaannya kepada mamanya Gladis dengan terisak-isak.
Mamanya Gladis menghampiri Andra dan memegang pundaknya mencoba menenangkan.
"Ndra, kamu enggak boleh ngomong kayak gitu, lagipula kamu salah.. Gladis dapet mukjizat kok dari Allah, dalam bentuk kamu.. kehadiran kamu membuat dia semakin kuat dan punya semangat hidup, dia jadi lebih ceria dan mulai bermimpi lagi.. dan dia selalu bangga sama kamu dan yakin bahwa kamu akan jadi orang yang hebat! Dan dia enggak pernah mempermasalahkan kalau kalian jauh karena dia yakin hati kalian selalu dekat..", ucap mamanya Gladis.
"Sebelum pergi, gladis sempet bilang, maa, aku capek, aku mau tidur ya.. mama, papa, sama kakak enggak usah khawatir, aku baik-baik aja kok.. kalau Andra dateng tolong sampein kalau aku mau dia lanjutin mimpi-mimpinya dan berjuang untuk mewujudkannya, aku sayang banget maa sama dia, dia sama baiknya kayak papa dan menurutku dialah satu-satunya orang yang pantes buat aku sama kayak papa buat mama..", lanjutnya sambil meneteskan air mata karena mengingat kejadian itu.
"Yaudah tante tinggalin kamu disini sendiri ya, anggap aja rumah sendiri.. kalau mau ke makam minta dianter sama supir aja tadi tante udah bilang sama dia untuk nganter kamu, tante mau nyiapin yang lainnya..", mamanya Gladis mengusap air matanya dan berjalan keluar kamar.
"Terima kasih ya tante..", balas Andra.
Sesampainya di pemakaman, Andra terduduk pasrah di depan makam Gladis. Meratapi semua tentang mereka berdua, baik yang sudah terjadi maupun yang belum sempat terjadi. Dalam tangisnya, Andra berdoa agar Gladis tenang, bahagia, dan mendapat tempat terbaik disana. Andra memejamkan matanya dan menghabiskan waktu cukup lama disana sambil menikmati hembusan angin disekitarnya, mencoba merasakan kehadiran Gladis dan menyampaikan perasaannya kepada Gladis melalui hatinya. Walau kini jarak diantara mereka semakin jauh, namun seperti yang disampaikan mamanya Gladis, ia yakin bahwa hati mereka selalu dekat.
"Dis, semoga kamu tenang dan bahagia ya disana.. aku akan terus bermimpi dan berjuang untuk meraihnya.. maafin aku ya atas semua kesalahanku dan janji-janji yang belum sempet aku tepatin, aku akan berusaha semampuku untuk mewujudkannya.. aku akan susun tujuan baru dan ngebangun masa depanku walau tanpa kamu.. aku tau, akan ada masa-masa sulit di depan sana, tapi aku yakin kamu selalu menatapku dan bersamaku dari atas sana.. jangan lupa sesekali dateng ke mimpiku yaa buat ngobatin kangen aku sama kamu.. i love you, dis.. i'll always do..", Andra berucap dalam hatinya.
Siang itu terasa lebih sejuk dari biasanya..