Twitter

Wednesday, September 21, 2011

Andai Dia Tahu (Bagian 3 - Perpisahan)

Malam itu pun berakhir.
Andra membawakan 8 buah lagu, yaitu Andai Dia Tahu (Kahitna), Senandung Rindu (Tohpati), Never Knew I Needed (Ne-Yo), To Be With You (Mr. Big), Ku Menunggu (Rossa), Aku Ingin Dia (Legna), You (Switchfoot), dan Someday (John Legend).
Tanpa disadari, Andra dan Dara tidak berhenti saling menatap ketika Andra membawakan lagu-lagu tersebut. Dara terlihat sangat menikmatinya, ia sesekali tersenyum di tengah-tengah lagu dan ikut menyanyikan liriknya.

Cafe sudah mulai sepi, hanya menyisakan Andra, Dara, Ayu, Aldy dan para pramusaji yang sedang membersihkan ruangan. Ayu dan Aldy asyik berpacaran tanpa mempedulikan Andra dan Dara.
"Gimana tadi suka nggak lagunya?", Andra membuka percakapan.
"Suka kok, asik-asik lagunya..", tiba-tiba Dara terhenti dan teringat sesuatu, "Eh iya buat siapa tuh lagunya? Ciiiieeee gebetan lo ya? Yang mana sih orangnya, kok gue nggak dikenalin? Gitu ya sekarang rahasia-rahasian nggak cerita ke gue.. Oh iya terus apa-apaan tuh kok gue nggak dikasih tahu besok lo mau ke Jepang!!", Dara menyerang Andra bertubi-tubi. Andra hanya tersenyum sambil berkata dalam hatinya, "Sebentar lagi juga kamu tahu kok kalau orang itu adalah kamu".

Belum sempat Andra menjawab, tiba-tiba ujung mata Dara menangkap sesuatu dan menarik kedua matanya untuk melirik kearah tersebut. Dara sedikit terkejut dan bercampur rasa bimbang ketika menyadari ada tulisan "Soulmate" tertempel di punggung sebuah bangku di dalam ruangan cafe itu, dan bangku itu adalah miliknya.

"Jadi? Apa orang itu gue? Andra suka sama gue? Yang tadi dia maksud soulmate itu gue? Pantes aja dari tadi semua orang ngeliat kearah gue.. tapiii kok bisaaa..?", banyak pertanyaan muncul di benak Dara yang entah kenapa tertahan dan sulit untuk ia keluarkan lewat mulutnya.

"Nih buat lo..",
Andra memberikan sebuah kotak berwarna biru dengan balutan ukiran dan pita yang indah kepada Dara.
"Apa nih?", tanya Dara.
"Nanti aja ya bukanya dirumah", pinta Andra.
"Pasti lo mau ngerjain gue ya? Ah nggak mau ah..", Dara curiga.
"Hahaha ya nggaklah, anggap aja itu jawaban dari setiap tanya di hati lo dan ungkapan perasaan gue yang paling jujur ke lo..", jawab Andra dengan halus.
"Hmmm.. Okee deh, makasi yaa..", Dara seolah kehilangan pilihan jawaban lainnya.

Mereka berpisah, Dara dan Ayu pulang bersama sementara Andra mengikuti Aldy pulang kerumahnya dan menginap disana. Sebelum pergi Andra memandangi sosok Dara yang berjalan menjauhinya, meratapi setiap langkahnya dan mencoba menguatkan dirinya karena sosok indah itu tidak akan ia temui dalam waktu yang cukup lama.
"Aku pasti akan sangat merindukanmu", bisik Andra kepada dirinya sendiri sambil menatap Dara yang sudah semakin jauh.
Selama diperjalanan, Dara terdiam. Banyak hal berkecambuk di dalam hati dan pikirannya. Ia duduk sambil memangku kotak pemberian Andra tadi dan kemudian menatapnya. Raut wajahnya gelisah dan tidak sabar untuk mengetahui isi kotak tersebut.



Pukul 00:00,
Andra sedang berbaring di kamar tamu di rumah Aldy dan tidak bisa tidur karena memikirkan Dara. Ia terus menatap ponselnya, berharap ada telepon, SMS, BBM atau bahkan mention di twitter dari Dara. Tidak ada tanda satu pun darinya. Entah dia sudah membuka kotak itu atau belum, atau mungkin isi kotak itu malah membuat Dara marah dan tidak peduli lagi kepada Andra. Entahlah, terlalu banyak kemungkinan dan tebakan di kepala Andra.


Pukul 04:00,
Di tempat lain, di kamar yang penuh dengan nuansa putih dan memiliki wangi pengharum ruangan yang khas, Dara sedang tertidur pulas. Sepertinya ia sangat kelelahan dan lupa untuk membuka kotak pemberian Andra yang tergeletak di meja kecil di samping tempat tidurnya.

"Daraaaaaa.. ayoo bangun, katanya kamu mau puasa.. sudah jam 4 ini, nanti keburu subuh..", Ibunya Dara membangunkan anak bungsunya yang sedang tertidur pulas sambil menggoyangkan tubuh anaknya itu agar segera bangun.
"Iya maa ini Dara udah bangun kok.. jam berapa sih sekarang ma?", Dara menjawab dengan suara serak sambil mengusap kedua matanya.
"Jam 4.. ayo bangun, mama tunggu di bawah ya, sudah mama siapkan makanannya buat kamu sahur", balas ibunya sambil berjalan keluar kamar.
Tiba-tiba Dara teringat sesuatu dan matanya langsung terbuka lebar melihat kearah jam.
"Ya ampun gue ketiduran, gue belum liat kotak dari Andra!!", Dara berbicara kepada dirinya sendiri dan segera mengambil kotak disampingnya.

Tanpa pikir panjang, Dara langsung membuka kotak tersebut dan mengeluarkan isinya satu per satu dengan perlahan dan mencernanya dalam pikiran juga hatinya. Ada sebuah buku tulis tua yang berisi semua cerita dan rangkaian kata yang Andra buat tentang perasaannya untuk Dara. Rangkaian kata-kata tersebut memang sering ia lihat di blog-nya Andra, tapi ia baru tahu sekarang kalau semua itu untuk dirinya. Rangkaian kata-kata tersebut menemani foto-foto Dara yang diambil oleh Andra tanpa sepengetahuannya.

Dara menutup mulutnya, berusaha menahan semua rasa haru dan tekanan halus yang ia rasakan di hatinya. Kemudian ia melihat dua buah CD. CD pertama bertuliskan lagu-lagu tentang perasaan Andra kepada Dara yang sebagian besar sudah dinyanyikan langsung oleh Andra tadi malam di cafe. Penglihatan Dara mulai buram, terganggu oleh gumpalan perasaannya yang mulai mengalir dari kedua matanya sehingga ia harus beberapa kali mengusap setiap butir tetesnya dengan kedua tangannya. CD kedua hanya bertuliskan "Semoga kamu mengerti". Dara bergegas menarik laptop-nya dan memasukkan CD tersebut.

Air mata Dara semakin tidak terbendung. Ia terisak kemudian memeluk laptop-nya. Film berdurasi kurang lebih 30 menit itu berisi tentang video-video candid yang direkam oleh Aldy dan Ayu ketika Andra sedang bersama Dara. Saat mereka berbincang di depan sebuah mesjid setelah sholat maghrib, saat mereka bermain bersama di tepi pantai, saat Andra memberikan sebuah kado di ulang tahun Dara yang sampai saat ini Dara tidak mengetahui itu pemberian Andra, saat Andra mengantarkan makanan kesukaan Dara ke kantor dan rumah Dara, saat mereka sedang karaoke bersama, saat Andra membantu Dara membuatkan yel-yel kantornya, saat mereka tertawa bersama di sebuah jajanan pinggir jalan, dan saat-saat Andra sedang mengagumi Dara tanpa sepengetahuannya.

Pikiran dan perasaan Dara kini kacau dan bercampur aduk.
Dahulu Andra adalah sosok yang ia kagumi namun beberapa kali Andra malah berpacaran dengan teman-teman Dara yang lain. Sekarang Dara mengetahui semuanya. Kekaguman Andra, alasan semua perhatian Andra kepadanya, rasa sayang Andra kepadanya, bahkan kenyataan bahwa Andra begitu mencintainya dan menunggunya.
Dara semakin bingung, entah kenapa hatinya sakit. Apa yang harus ia lakukan, ia tidak kuasa membalas perasaan Andra karena telah menjalin hubungan 4 tahun dengan Rendi.

Dara melihat kearah jam lagi, kali ini ia teringat akan keberangkatan Andra.
"Gue nggak ngerti sama perasaan gue saat ini, gue juga nggak berani ngambil keputusan buru-buru, tapi setidaknya gue harus ketemu Andra sebelum dia pergi, gue harus bilang kalau gue ngerti, kalau gue tahu perasaannya.. kalaupun ternyata gue nggak sanggup ngomong di depan dia, mungkin sebuah pelukan akan cukup menjelaskan semuanya..", pikirnya dalam hati.


Kkkrrriiiiinnnggggg..

Suara ringtone yang begitu nyaring di telinga Ayu langsung membuatnya terbangun.
"Haloo..", jawab Ayu dengan malas.
"Yuu lo tahu nggak Andra berangkat jam berapa? Tanya si Aldy dong!", tanya Dara dengan cepat.
"Hah? Kemaren sih Aldy bilang flight-nya jam 7 pagi..", Ayu masih menjawab dengan nada malas dan setengah sadar.
"Aduh udah jam 6 lagi.. yaudah lo buruan ganti baju ya anterin gue ke bandara, kalau perlu nggak usah mandi!", Dara langsung menutup telepon tanpa menunggu persetujuan dari Ayu dan bersiap-siap untuk pergi.

Rumah Ayu dan Dara saling berhadapan, jadi tidak memerlukan waktu lama untuk mereka bersiap-siap. Ayu sudah berada di mobilnya diantara kedua rumah mereka, dan Dara langsung berlari masuk ke mobil itu. "Ngebut yah yuu.. kita udah telat nih..", pinta Dara.
"Iya, tapi lo juga sambil hubungin Andra biar dia tahu kita dateng dan nungguin..", jawab Ayu sambil menginjak gas mobilnya.
"Udaaah tapi nggak aktif.. yaudah yang penting kita sampe bandara dulu deh..", Dara semakin panik.
Kemudian mereka melaju kencang menuju bandara.


Pukul 6:45,
Pagi itu bandara masih sangat sepi, Andra dan Aldy duduk di depan pintu keberangkatan.
"Aduh handphone gue pake mati segala nih gara-gara semalem gue ketiduran terus lupa nge-charge!", keluh Andra.
"Nih pake punya gue!", Aldy menawarkan ponselnya.
"Thank's ya dy, gue pinjem nelepon bokap nyokap dulu buat kasih kabar", Andra mengambil ponsel Aldy dan menghubungi nomor ibunya.

Aldy menunggu sahabatnya menelepon dan memandangi sekitar sambil beberapa kali menguap karena mengantuk.

"Nih udah dy, thank's yaa..", Andra mengembalikan ponsel Aldy.
"Siiippp.. eh nggak mau sekalian nelepon Dara?", Aldy menawarkan sambil tersenyum.
"Hmmm nggak usah deh, kayaknya dia marah sama gue gara-gara kotak yang gue kasih.. buktinya sampe sekarang dia nggak bilang apa-apa.. tapi gue lega kok dia udah tahu tentang perasaan gue..", jawab Andra dengan nada sedikit pasrah.
"Oooh.. ya udah kalau gitu", Aldy menerima penjelasan Andra dan menaruh kembali ponselnya ke dalam saku celananya.

Andra memutar kepalanya, menyisir setiap sudut bandara.
Bohong kalau ia tidak mengharapkan kedatangan Dara untuk melepasnya pergi, tapi sepertinya percuma terus berharap.

Panggilan untuk penumpang penerbangan ke Jepang pun sudah terdengar lewat pengeras suara bandara.
"Oke gue cabut ya dy.. baik-baik lo disini selama nggak ada gue, hehe..", pesan Andra kepada sahabatnya.
"Haha.. tenang aja sob! lo juga baik-baik ya disana.. jangan sampe betah, nanti bisa-bisa lo kecantol sama cewek Jepang terus males pulang, hahaha..", balas Aldy sambil bercanda.
Keduanya saling tertawa, bersalaman dan berpelukan tanda perpisahan.

Andra berjalan menjauh, mendekati pintu dan melewati tempat pemeriksaan.
Ia sempat menghentikan langkahnya sejenak, menoleh ke belakang dan memberikan sedikit lagi kesempatan bagi harapannya tadi untuk melihat orang yang ia cintai. Kemudian ia menyerah, melambai kearah Aldy dan melanjutkan langkahnya.

"Dara, aku udah ikhlasin semuanya.. maaf kalau cara aku salah dan buat kamu marah.. semoga kamu bahagia sama Rendi.. aku akan fokus mengejar mimpiku dan aku akan keluar untuk menatap bintang setiap aku merindukanmu.. sampai jumpa Dara, jaga dirimu..", Andra berucap dalam hati sambil memasuki pintu pesawat.


Pukul 7:15.
"Aldyyyyyy..", dari kejauhan terdengar suara teriakan memanggil namanya. Aldy langsung menengok ke belakang dan melihat dua orang cewek berlari tergesa-gesa kearahnya.
"Hhhh.. hhhh.. dy.. Andra mana dy??", Dara bertanya sambil terengah-engah dan tertunduk menopang tubuhnya di kedua lututnya.
"Daraa.. Ayu..", Aldy keheranan melihat mereka berdua. "Andra udah naik ke pesawat..", lanjut Aldy dengan nada menyesal dan menunjuk kearah sebuah pesawat yang sedang bergerak menuju landasan pacu.

Dara menegakkan tubuhnya, mengatur nafasnya, mendorong tubuhnya yang mulai terasa berat menghadap kearah pesawat tersebut. Ia melangkah perlahan dan gontai. Entah kenapa hatinya pilu, matanya kian binar dan berkaca-kaca. Tatapannya kosong dan meratapi setiap pergerakan pesawat yang membawa pencintanya itu pergi kian menjauh.

"Aku cuma mau kamu tahu kalau aku ngerti.. kalau aku berterima kasih atas semua cintamu.. maaf kalau aku belum bisa bales ke kamu.. mungkin bukan saat ini.. tapi kalau nanti kesempatan itu datang, aku ingin kamu tetap sama.. karena aku akan berlari untuk memelukmu.. dan selebihnya kamu akan tahu tentang perasaanku.. cuma itu.. seandainya saja kamu tahu..", Dara membiarkan hatinya berbicara dan terduduk lemas, kemudian menangis dipelukan kedua sahabatnya.


Hari itu terasa lebih sendu dari biasanya..

Tuesday, September 20, 2011

Andai Dia Tahu (Bagian 2 - Pertunjukan)

Andra tiba di depan sebuah cafe kecil di daerah Jakarta Selatan.
Tempat ini sudah tidak asing lagi baginya, Andra sudah mengenal cafe ini semenjak ia duduk di bangku SMA dan sering beberapa kali mengisi acara dan tampil di cafe tersebut baik bernyanyi solo atau pun bersama band-nya. Bahkan reuni SD, SMP, dan SMA sekolah Andra selalu diadakan di cafe itu dalam dua tahun terakhir, hanya saja Dara tidak pernah datang.
Malam ini Andra sudah meminta bantuan teman-temannya terutama Ayu dan Aldy untuk membuat Dara datang ke cafe itu menyaksikan penampilannya. Kali ini ia berhasil, dan memang harus berhasil karena ini akan menjadi pertama dan terakhir kali Dara melihat Andra diatas panggung sebelum keesokan harinya ia akan berangkat ke Jepang untuk melanjutkan pendidikannya.

Andra turun dari mobil sedan sport hitam kesayangannya, kemudian pandangannya tertuju kepada satu titik. Titik yang seketika mengukir senyuman di wajahnya, titik yang akan menjadikan malam terakhirnya di Indonesia menjadi lebih indah dan sempurna, titik yang mampu membuat degup jantungnya memompa dua kali lebih cepat, titik yang menyerupai bintang di langit karena hanya bisa ia pandangi dan kagumi tanpa sanggup ia miliki.

Tanpa ia sadari, kakinya bergerak perlahan membawanya mendekati sosok indah itu.
"Haaii..", seketika Andra tersadar oleh sapaan manis itu.
"Ehh..hhaa..hhaaloo Daraa..", Andra menjawab terbata sambil tersenyum memandang wajah pujaan hatinya itu.
"Lo knp? Gugup ya mau manggung? Bukannya lo udah biasa?", tanya Dara dengan lugu memecah suasana canggung itu.
"Hah? Hahaha nggak kok.. eh iya sih dikit.. lo juga baru dateng ya? Langsung masuk yuk..", jawab Andra dengan sangat cepat.

Kkkkrrriiiiiiinnnnggg..

Obrolan mereka tertahan oleh suara dering ponsel mereka yang ternyata berbunyi disaat yang bersamaan. Keduanya lalu saling tatap dan tertawa.
"Haha kok bisa bareng ya? Gue angkat dulu ya..", ucap Dara.
"Okee gue juga", balas Andra.

"Halo sayang, iya aku lagi di cafe nonton temen aku manggung..... hmmm, oke kamu juga take care ya, bye..", suara mesra Dara dengan seseorang di telepon itu mengusik telinga Andra dan entah bagaimana memberi tusukan kecil di hatinya.
Ya, Dara memang telah mempunyai pacar dan telah menjalin hubungan selama 4 tahun lebih, itulah yang membuat Andra menyesal karena telat memahami perasaan cintanya kepada Dara dan kini ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Mereka menutup telepon di waktu yang bersamaan.
"Siapa?", Andra spontan bertanya soal penelepon Dara tadi seolah-olah tidak tahu tapi sambil mencaci maki dirinya sendiri karena pertanyaan bodohnya itu.
"Oh biasalah, cowok gue..", jawab Dara singkat.
Andra tidak mau berlama-lama disitu dan tertahan pada obrolan tentang pacarnya Dara itu, kemudian ia langsung membawa Dara dan Ayu yang dari tadi berdiri disamping mereka untuk segera masuk.

Memasuki cafe tersebut, Dara menyapu pandangannya ke seluruh ruangan yang ternyata sudah dipenuhi pengunjung dan teman-teman mereka yang lain. Sejenak Dara merasa gugup, seluruh mata tertuju kepadanya seolah-olah dialah bintang pertunjukan yang sudah ditunggu-tunggu pada malam ini. Dara langsung menatap Andra dengan tatapan dalam seolah meminta perlindungan, tentu saja Andra tidak tahan menghadapinya. Ia langsung mengalihkan pandangannya sebelum hasratnya untuk memeluk wanita itu tak terbendung.

"Lo sama Ayu cari tempat duduk ya, gue mau ke backstage nemuin Aldy buat siap-siap", Andra mempersilahkan Dara dan memberikan kode berupa kedipan mata kepada Ayu.
"Duduk disana aja yuk, tuh ada yang kosong!", tunjuk Ayu pada sebuah meja kosong di tengah ruangan yang menghadap tepat ke panggung.
Dara mengangguk setuju dan mengikuti Ayu karena memang tidak ada tempat kosong lainnya.

Dibelakang panggung Andra bertemu dengan Aldy.
"Semua udah siap dy? Gitar gue? Tulisan yang gue suruh? Song list? Air minum gue?", Andra mendadak panik dan menghujani Aldy dengan segudang pertanyaan.
"Udah, udah, udah.. lo tenang aja semuanya udah beres kok, percaya sama gue! Fokus aja sama penampilan lo biar Dara suka, hehe..", jawab Aldy menenangkan sahabatnya.
Andra dan Aldy memang sudah lama bersahabat, semenjak mereka duduk di bangku TK hingga saat ini, jadi wajar kalau Aldy tahu semua kebutuhan sahabatnya itu. Dan Aldy sudah satu tahun berpacaran dengan Ayu.
"Thank's ya dy, lo emang the best!", puji Andra.
Aldy membalas dengan senyum dan pelukan untuk sahabatnya.



Show time!,
Aldy naik keatas panggung untuk mendapat perhatian dari semua pengunjung yang datang. Seketika semua suara yang ada di ruangan itu meredup dan pandangan mereka fokus keatas panggung.
Aldy menyapa semua yang datang dan membuka acara, "Selamat malam semuanya, terima kasih atas kedatangannya.. malam ini akan menjadi malam yang spesial karena kami menjadikan malam ini sebagai farewell party untuk teman kami Andra yang besok akan pergi ke Jepang untuk sekolah S2-nya".
Deg! Dara terkejut dan tersedak oleh minumannya.
"Apa nih? Kok gue nggak tahu?", bisik Dara kepada Ayu dibalik suara gemuruh pengunjung yang berteriak heboh dan bertepuk tangan.
Ayu hanya menggelengkan kepalanya berpura-pura tidak tahu. Andra sengaja meminta Aldy dan Ayu untuk tidak memberitahu Dara.
Dara masih tidak percaya dan bertanya-tanya di dalam dirinya, "Kok bisa? Sampe kapan? Dan anehnya, kenapa gue nggak dikasih tahu? Pokoknya nanti Andra harus jelasin ke gue!".

"Malam ini kalian bebas nikmatin semua makanan dan minuman sepuasnya! ditraktir sama Andra!! dan Andra akan menyanyikan beberapa buah lagu untuk seseorang.. langsung aja ya kita sambut, Andraaa!!!", lanjut Aldy dengan semakin bersemangat dan dibalas oleh teriakan heboh dan tepuk tangan penonton.

Andra naik ke panggung, matanya langsung menatap kearah Dara dan tersenyum. Dara masih diselimuti rasa penasaran dan tidak percaya. Andra duduk di depan mic dan sudah memegang gitarnya.
Sebelum mulai bernyanyi ia berkata, "Selamat malam semuanya, seperti yang kalian denger dari sahabat gue Aldy, gue akan membawakan beberapa lagu.. tapi kali ini beda dari biasanya, malam ini gue cuma akan menyanyikan beberapa lagu khusus tentang perasaan gue kepada seseorang, soulmate gue.. dan dia ada ditengah-tengah kalian.. selamat menikmati!".

Dara masih tidak mengerti dan menggerutu di dalam hatinya, "Tadi dia mau pergi ke Jepang nggak bilang-bilang, sekarang dia punya gebetan dan dibawa kesini juga nggak cerita-cerita.. maunya apa sih?".

Lagi-lagi entah kenapa Dara merasa risih dan tidak nyaman karena perasaan aneh yang ia rasakan, seolah-olah semua orang di ruangan itu memandangnya dan tersenyum kepadanya. Tapi akhirnya Dara memutuskan untuk menunda semua kekesalannya kepada Andra dan membuang semua kecurigaannya kepada semua orang di ruangan itu. Ia lebih memilih untuk menikmati penampilan Andra. Untuk saat ini, itu lebih membuatnya tenang dan nyaman.

Sunday, September 18, 2011

Andai Dia Tahu (Bagian 1 - Persiapan)

Jakarta, September 2011..

"Daraaaaa.. ayo dong cepetaaannn!!", teriak Ayu yang memanggil sahabatnya dari ruang tamu.
Suara Ayu yang melengking terdengar sampai ke lantai dua tempat Dara sedang merias diri di kamarnya. Dara bukan tipe cewek yang suka menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdandan ketika mau pergi, apalagi hanya untuk jalan-jalan bersama teman-temannya. Tapi entah kenapa hari ini ada yang berbeda, bukan pada diri seorang Dara tetapi lebih kepada perasaannya.

Dara tetap cantik seperti biasanya dengan rambut panjang yang terurai, hanya saja perasaannya yang dari tadi pagi tidak menentu. Berdegup kencang dan seperti orang yang sedang panik dengan keringat yang terus membasahi keningnya dan sulit untuk duduk atau berdiam diri sejenak. Jangan tanyakan kenapa, karena ia akan menjawab tidak tahu.

Yang ia tahu hanyalah perasaannya mendadak jadi aneh ketika Ayu mengajaknya ke sebuah cafe pada hari ini, Sabtu tanggal 17 September 2011 untuk menyaksikan Andra tampil di cafe tersebut.
Andra adalah teman seangkatan Dara semenjak SD. Mereka satu sekolah hingga keduanya lulus SMA dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi pilihan masing-masing, walaupun sebenarnya mereka sama-sama kuliah di jurusan Ekonomi dan kini sama-sama telah mendapatkan gelar SE dari almamater mereka masing-masing.

Akhirnya Dara muncul di ruang tamu.
Ia melihat kearah sahabatnya yang sudah menunggu hampir satu jam dan mulai memasang raut muka bosan.
"Gue udah oke belom sih?", tanya Dara polos.
"Yaaelaahh Daaarrr.. lo mah nggak usah diapa-apain juga udah cantik! lagian juga Andra suka lo yang apa adanya!", uups!! Ayu keceplosan! ia langsung sadar dan menutup mulutnya.
Dara langsung mengerutkan dahinya, tanda bahwa ia menangkap sesuatu dari tingkah aneh sahabatnya dan mencoba mencerna perkataan Ayu tadi. Untungnya Dara adalah cewek yang kurang peka soal urusan kayak gini dan Ayu yang tahu persis sifat sahabatnya itu segera memperbaiki sikapnya sebelum Dara menyadari arti dari perkataannya tadi.
"Udah ah! yuk kita berangkat.. udah jam 7 malem  nih, setengah jam lagi Andra manggung nanti kita telat!", sahut Ayu sambil mengambil langkah cepat ke mobilnya dan menarik tangan Dara.
"Hhh..bodohnya gue! bisa gawat nih! untung aja Dara nggak nanya yang macem-macem gara-gara gue keceplosan tadi..", Ayu membatin. 




Di saat yang bersamaan, di sebuah rumah dengan design tropis dan bergaya minimalis modern, Andra sedang bersiap-siap untuk penampilannya. Kali ini agak berbeda dengan biasanya, Andra bukan hanya menyiapkan gitar acoustic hitam kesayangannya.

"Den Andra, koper-kopernya sudah bibi masukin ke mobil semua, ada yang perlu bibi bantu lagi den?", tanya bi Minah dengan nada suara lemah yang khas.
Andra menoleh dan tersenyum. "Sudah bi, terima kasih banyak ya..", jawab Andra sopan.

Sejenak bi Minah memandang Andra penuh makna, meresapi keramahan dan senyumannya untuk ia simpan dalam-dalam di benaknya. Kedua bola mata bi Minah mulai berkaca-kaca, sekelebat seluruh bayangan selama 20 tahun ia bekerja di keluarga Padmadinata berputar dalam memorinya yang sudah terbatas menyimpan banyak kenangan karena dimakan usia. Andra menghampiri bi Minah dan memeluknya hangat untuk menenangkan wanita tua yang sudah dianggapnya seperti orang tua kandungnya itu.

Bi Minah genap berusia 60 tahun, bahkan lebih tua dari ayah dan ibu kandung Andra. Pada saat bi Minah berumur 40 tahun, kampung halamannya Tasikmalaya terkena bencana gempa bumi yang menyebabkan ia kehilangan suami dan keempat anaknya yang meninggal karena tertimbun runtuhan rumah mereka sendiri. Kemudian bi Minah diajak tetangganya pergi ke Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Oleh majikan tetangganya, bi Minah dikenalkan kepada ibu Dewi yang merupakan ibunya Andra. Kedua orang tua Andra sering disibukkan dengan urusan kantor mereka masing-masing di luar kota, oleh karena itu Andra lebih banyak menghabiskan waktu bersama bi Minah ketimbang dengan ayah ibunya.
Pada saat itu Andra berumur 3 tahun, seumuran dengan almarhum anak bungsu bi Minah, sehingga bi Minah mengasuh dan menyayangi Andra sepenuh hati seperti kepada anak kandungnya sendiri, begitu pun dengan Andra yang menyayangi dan menganggap bi Minah seperti ibunya sendiri. Bahkan tidak jarang Andra curhat ke bi Minah terutama tentang perasaannya.

"Sudah ya bibi jangan nangis.. kalau bibi sedih nanti aku ikut sedih..", ucap Andra menenangkan ibu keduanya itu.
"Tapi 2 tahun kan lama den, kalau den Andra pulang bibi sudah dipanggil sama yang diatas bagaimana?", keluh bi Minah dengan suara terisak-isak.
Ya, Andra memang akan pergi selama 2 tahun ke Jepang untuk mendapatkan gelar Master of Arts in Marketing Management dari Tokyo Business School. Itu merupakan pilihan yang ia pilih dari dua hal yang merupakan cita-citanya, yaitu sekolah S2 di Jepang dan mengabdikan diri untuk masyarakat Indonesia yang kurang mampu khususnya dalam bidang pendidikan. Setelah pemikiran panjang dan berbagai macam perdebatan, akhirnya Andra meyakini bahwa untuk memperjuangkan pendidikan di Indonesia, ia harus membekali dirinya terlebih dahulu dengan pendidikan setinggi-tingginya dan menjadikan negara lain yang memiliki tingkat pendidikan lebih maju sebagai contoh. Jepang adalah pilihannya.

"Ssssttt.. bibi jangan gitu ah ngomongnya, bibi harus ikhlas ngelepas aku pergi, kan untuk kebaikan aku juga.. mendingan bibi jangan pernah berhenti berdoa sama Allah untuk kelancaran aku disana dan semoga kita sama-sama dikasih umur yang panjang biar bisa ketemu lagi", Andra berusaha meyakinkan bi Minah.
Bi Minah mengangguk pelan tanda setuju dan berbisik dengan lirih, "Den Andra juga jaga diri baik-baik ya disana, jangan ketinggalan sholat-nya, jangan telat makan biar nggak sakit".
"Pasti bi!!", jawab Andra dengan tegas dan ceria untuk mencairkan suasana sambil memberi gerakan hormat kepada bi Minah.

"Ya sudah, ayo berangkat den nanti telat manggungnya.. semangat ya den!! kasih persembahan yang bagus untuk bidadarinya den Andra si neng Dara", mendadak suara bi Minah kembali normal.
Andra tertawa kecil melihat kelakuan ibu perinya itu.
"Hahaha si bibi bisa aja.. makasi ya bi.. aku berangkat ya.. bibi nggak usah nunggu aku, kalau ayah sama ibu telepon bilang aja aku nginep dirumah Aldy soalnya besok pagi dia yang nganter aku ke bandara, dah bibi..", Andra bergegas pergi dan mengendarai mobilnya.
Bi Minah menatap punggung pemuda itu berjalan menjauhinya dan kemudian terdiam dengan senyum haru campur bangga sambil menyaksikan lampu belakang mobil Andra yang menghilang di sudut jalan.

Saturday, September 17, 2011

Entahlah

Entahlah adalah dia yang kau pilih daripada aku
Entahlah adalah kamu yang tidak bisa menjadi milikku
Entahlah adalah cita-cita yang ku coba raih dengan keterbatasanku
Entahlah adalah lagu yang menggambarkan setiap langkahku
Entahlah adalah putaran matahari dan bulan tanpa mempedulikanku
Entahlah adalah tawa dan air mata yang silih berganti dan berjibaku

Entahlah adalah mimpi, adalah nyata, adalah rasa, adalah cerita, adalah peran, adalah tujuan..

Ya begitulah, entahlah..